Penyejuk Iman

Oleh: Abu Zahra





Thursday, September 22, 2016

Kisah Tauladan I : Uwais Al-Qarni

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh...

Saudara-saudaraku seiman yang insya Allah dimuliakan Allah Subhanahu wata'ala, pada kesempatan kali ini kita akan mengulas sebuah kisah haru sekaligus sebuah tauladan bagi kita semua terkhusus bagi kaum muda. Kisah seorang Pemuda miskin yang memiliki cacat tubuh, dibanyak area tubuhnya kulit tampak bercak-bercak putih (dalam ilmu kesehatan disebut Vitiligo). Ia adalah UWAIS AL-QARNI, seorang anak yatim yang tinggal bersama ibu nya yang sudah tua, lumpuh dan rabun matanya.

Uwais Al-qarni dalam kesehariannya banyak menerima olok-olokan, bahan tertawaan bahkan tuduhan mencuripun dilemparkan kepadanya. Dalam kesibukannya sebagai pengembala domba, Uwais tidak pernah meninggalkan ibadahnya. Meski menghadapi hidup yang berat, makan apa adanya dari hasil pekerjaannya tersebut, Uwais Al-qarni masih suka berbagi kepada tetangganya.

Uwais Al-qarni berasal dari negri Yaman, Pemuda ini telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Semua informasi tentang Islam hanya didengarnya dari tetangga yang pulang dan pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulallah secara langsung. Terkadang ia bersedih hati dan menangis, Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal.

Uwais Al-Qarni dikenal sebagai anak yang taat beribadah dan patuh pada ibunya. Ia pun sering kali puasa. Pada suatu hari, Ibunya memamnggil dan berucap dengan suara lembut dalam kelemahannya “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu. Ketika itu Uwais hanya mampu terdiam, menitikkan airmata, dengan tangannya mengelus bahu Sang Ibu.

Uwais Al-qarni termenung, membayangkan perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu bisa Ia lakukan sebagaio orang miskin dan tidak memiliki kendaraan...

Keesokan harinya Uwais mulai menyisihkan uang dari upahnya menggembalakan hewan penduduk sekitarnya hingga terbelilah seekor anak lembu yang baru lahir. Dibuatkannya anak bayi lembu itu sebuah kandang kecil di atas bukit yang cukup tinggi, setiap hari digendongnya lembu tersebut untuk turun kebawah bukit dimana Uwais biasa mengembala ternak, sore hari digendongnya kembali menaiki bukit untuk ditaruh dikandangnya. Rutinitas harian itu menjadi bahan tertawaan, ejekan, dan di anggap prilaku yang aneh tidak waras oleh lingkungan sekitarnya. "Uwais gila...uwais gila..." begitulah ejekan beberapa orang ketika menyaksikan Uwais turun naik menggendong lembunya yang semakin terlihat besar.

Terang saja dianggap seperti itu, kenapa tidak dibuatkan kandang dekat rumahnya saja untuk memudahkan. Namun Uwais lapang dada, dia hanya berserah diri kepada Allah SWT seraya meneruskan rencana yang ada dibenaknya. Semakin hari lembu semakin besar dan semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan Uwais Al-qarni untuk menggendongnya, namun karena dilakukan sebagai rutinitas harian bahkan beberapa kali dalam sehari, kelelahan itu tidak lagi terasa olehnya.

Setelah melalui 8 bulan, sampailah pada puncak musim haji. Lembu tersebut memiliki berat 100 kg, Uwaispun tangan dan tubuhnya semakkin berotot. Ia tampak perkasa mengangkat barang, barulah orang-orang sadar bahwa latihan yang dilakukan Uwais selama ini untuk dapat menggendong Ibu nya.

Uwais Al-qarni menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, luar biasa, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Berbadan tegap, Uwais wukuf mengitari Ka'bah sambil menggendong ibu nya. Sang Ibu pun berlinangan air mata menyaksikan Baitullah meski samar-samar karena kerabunan matanya. Akhirnya kedua mereka berdoa dihadapan Ka'bah :

    “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.
    “Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.
    Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”
Itulah apa yang dilakukan Uwais Al-qarni karena kecintaan dan ketaatannya kepada seorang Ibu. Allah SWT seketika itu memberikan karunia kepadanya, penyakit kulitnya hilang, namun tersisa sebesar uang logam dirham ditengah telapak tangannya. Tanda inilah yang menjadi identitas diri Uwais Al-qarni sebagaimana cerita Rasullah Muhammad SAW kepada para sahabatnya Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib.

Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim).


Uwais Al-qarni pergi ke Madinah

Pada suatu hari Uwais Al-Qarni mendekati ibunya seraya berkata ingin berbagi cerita, Beliau mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni sangat terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan jika telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Setelah menempuh perjalanan jauh, melalui padang pasir tandus dan terik matahari akhirnya sampai juga Uwais di Madinah. Setelah bertanya-tanya sampailah di rumah Nabi Muhammad SAW, Uwaispun mengetuk pintu rumah tersebutseraya mengucapkan salam. Keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw. yang ingin dijumpainya. Namun ternyata saat itu Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi Muhammad SAW.

Uwais Al-qarni sangatlah sedih, kecewa, karena kedatangannya dari jauh untuk bertemu Baginda Nabi tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Maksud hati ingin menunggu Rasulullah pulang, apalah daya, Uwais terngiang pesan Ibunda tercinta. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW. Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi.

Perang telah berakhir, Baginda Nabi kembali kerumah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa Uwais Al-qarni anak yang taat kepada ibunya, dia adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Tahun terus berganti, sampai pada waktunya Rasulullah SAW wafat. Bahkan periode kekhalifahan Abu Bakar pun telah berganti estafet ketangan Uman bin Khatab. Suatu hari Umar bin Khatab teringat pesan Nabi, dan beliaupun mengajak Ali bin Abi Thalib mencari sosok Uwais Al-qarni sosok penghuni langit.

Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari. Suatu hari rombongan kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra. dan sahabatnya Ali ra. mendatangi mereka dan bertanya apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, kebetulan dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya mereka di perkemahan tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. memberi salam. Tapi rupanya Uwais Al-qarni sedang Shalat. Setelah mengakhiri Shalat-nya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. seraya mendekati kedua tamunya tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan tangan, Khalifah Umar ra. dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk melihat tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Lalu percakapan dimulai, Khalifah Umar bertanya siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais. serta merta kedua gtamunya tertawa dan berkata, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya Uwais al-Qorni".

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.

Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum beliau wafatnya. Akhirnya karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan lalu berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Setelah kejadian itu, nama Uwais Al-Qarni kembali tenggelam dan tidak banyak terdengar beritanya. Tapi diriwayatkan dalam sebuah cerita ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Kata orang itu, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin ribut bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.

Pada saat itu, kami melihat seorang lelaki yang mengenakan selimut berbulu di berada di satu sudut kapal lalu kami memanggilnya. Lelaki itu bangun lalu melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. Wahai waliyullah, Tolonglah kami! Tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami! Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: Apa yang terjadi? Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dibadai ribut dan dihantam ombak? tanya kami.

Dekatkanlah diri kalian pada Allah! katanya. Kami telah melakukannya. Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami yang lain tenggelam ke dasar laut bersama isinya.

Lalu orang itu berkata pada kami, Tidak mengapalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat. Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan? Tanya kami. "Uwais al-Qarni", Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah? tanya Uwais.

Ya,jawab kami. Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul kepermukaan air, lalu kami menaikinya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah sehingga tidak ada satupun yang tertinggal.


Uwais Al-Qarni pulang ke Rahmatullah

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal dunia. Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikan. Saat mau dikafani, di sana pun sudah banyak orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusung jenazahnya. Penduduk Kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni itu? Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari pekerjannya hanya sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah Swt., hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi saat wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni, hal itu disebabkan oleh permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra. dan Ali ra. agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya penduduk Yaman mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW., bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. (HR. Muslim dari Ishak bin Ibrahim, dari Muaz bin Hisyam, dari ayahnya, dari qatadah, dari zurarah, dari Usair bin Jabir).

selengkapnya:



Tuesday, February 17, 2009

Sikap & Kewajiban Ummat Islam atas Tragedi Palestina

Penulis: Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah

Berikut penjelasan yang disampaikan oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah ketika beliau menjawab pertanyaan tentang apa sikap dan kewajiban kita terkait dengan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita di Ghaza - Palestina. Penjelasan ini beliau sampaikan pada hari Senin 9 Muharram 1430 H dalam salah satu pelajaran yang beliau sampaikan, yaitu pelajaran syarh kitab Fadhlul Islam. Semoga bermanfaat.

Kewajiban terkait dengan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita kaum muslimin di Jalur Ghaza Palestina baru-baru ini adalah sebagai berikut :

  • Pertama :

  • Merasakan besarnya nilai kehormatan darah (jiwa) seorang muslim. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah (no. 3932) dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar berkata : Saya melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sedang berthawaf di Ka’bah seraya beliau berkata (kepada Ka’bah) :

    مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالِهِ وَدَمِهِ

    “Betapa bagusnya engkau (wahai Ka’bah), betapa wangi aromamu, betapa besar nilaimu dan besar kehormatanmu. Namun, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di sisi Allah dibanding engkau, baik kehormatan harta maupun darah (jiwa)nya.” [1])

    Dalam riwayat At-Tirmidzi (no. 2032) dengan lafazh :

    Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar kemudian beliau berseru dengan suara yang sangat keras seraya berkata :

    « يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ! لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ! وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ! وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ! فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ »

    “Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim, maka pasti Allah akan terus mengikuti aibnya. Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala aibnya, maka pasti Allah akan membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di tengah rumahnya.”

    Maka suatu ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma melihat kepada Ka’bah dengan mengatakan (kepada Ka’bah) : “Betapa besar kedudukanmu dan betapa besar kehormatanmu, namun seorang mukmin lebih besar kehormatannya di sisi Allah dibanding kamu.”

    Al-Imam At-Tirmidzi berkata tentang kedudukan hadits tersebut : “Hadits yang hasan gharib.” Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi (no. 2032).

    Seorang muslim apabila melihat darah kaum muslimin ditumpahkan, atau jiwa dibunuh, atau hati kaum muslimin diteror, maka tidak diragukan lagi pasti dia akan menjadikan ini sebagai perkara besar, karena terhormatnya darah kaum muslimin dan besarnya hak mereka.

    Bagaimana menurutmu, kalau seandainya seorang muslim melihat ada orang yang hendak menghancurkan Ka’bah, ingin merobohkan dan mempermainkannya, maka betapa ia menjadikan hal ini sebagai perkara besar?!! Sementara Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan bahwa “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di sisi Allah dibanding engkau (wahai Ka’bah), baik kehormatan harta maupun darah (jiwa)nya.”

    Maka perkara pertama yang wajib atas kita adalah merasakan betapa besar nilai kehormatan darah kaum mukminin yang bersih, yang baik, dan sebagai pengikut sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, yang senantiasa berjalan di atas bimbingan Islam. Kita katakan, bahwa darah (kaum mukminin) tersebut memiliki kehormatan yang besar dalam hati kita.

    Kita tidak ridha -demi Allah- dengan ditumpahkannya darah seorang mukmin pun (apalagi lebih), walaupun setetes darah saja, tanpa alasan yang haq (dibenarkan oleh syari’at). Maka bagaimana dengan kebengisan dan peristiwa yang dilakukan oleh para ekstrimis, orang-orang yang zhalim, para penjajah negeri yang suci, bumi yang suci dan sekitarnya??! Innalillah wa inna ilaihi raji’un!!

    Maka tidak boleh bagi seorang pun untuk tidak peduli dengan darah (kaum mukminin) tersebut, terkait dengan hak dan kehormatan (darah mukminin), kehormatan negeri tersebut, dan kehormatan setiap muslim di seluruh dunia, dari kezhaliman tangan orang kafir yang penuh dosa, durhaka, dan penuh kezhaliman seperti peristiwa (yang terjadi sekarang di Palestina) walaupun kezhaliman yang lebih ringan dari itu.

  • Kedua :

  • Wajib atas kita membela saudara-saudara kita. Pembelaan kita tersebut harus dilakukan dengan cara yang syar’i. Cara yang syar’i itu tersimpulkan sebagai berikut :
    - Kita membela mereka dengan cara do’a untuk mereka. Kita do’akan mereka pada waktu sepertiga malam terakhir, kita do’akan mereka dalam sujud-sujud (kita), bahkan kita do’akan dalam qunut (nazilah) yang dilakukan pada waktu shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh waliyyul amr (pemerintah).

    Jangan heran dengan pernyataanku “dalam qunut nazilah yang dilakukan dalam shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh waliyyul amr.” Karena umat Islam telah melalui berbagai musibah yang dahsyat pada zaman shahabat Nabi, namun tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para shahabat melakukan qunut nazilah selama mereka tidak diperintah oleh pimpinan (kaum muslimin).

    Oleh karena itu aku katakan : Kita membantu saudara-saudara kita dengan do’a pada waktu-waktu sepertiga malam terakhir, kita bantu saudara-saudara kita dengan do’a dalam sujud, kita membantu saudara-saudara kita dengan do’a saat-saat kita berdzikir dan menghadap Allah agar Allah menolong kaum muslimin yang lemah.

    ………….

    Semoga Allah membebaskan kaum muslimin dari cengkraman tangan-tangan zhalim, dan mengokohkan mereka (kaum muslimin) dengan ucapan (aqidah) yang haq, serta menolong mereka terhadap musuh kita, musuh mereka, musuh Allah, dan musuh kaum mukminin.

    Ketiga dan Keempat, terkait dengan sikap kita terhadap peristiwa Ghaza :
    Kita harus waspada terhadap orang-orang yang memancing di air keruh, menyeru dengan seruan-seruan yang penuh emosional atau seruan yang ditegakkan di atas perasaan (jauh dari bimbingan ilmu dan sikap ilmiah), yang justru membuat kita terjatuh pada masalah yang makin besar.

    Kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berada di Makkah, berada dalam periode Makkah, ketika itu beliau mengetahui bahwa orang-orang kafir terus menimpakan siksaan yang keras terhadap kaum muslimin. Sampai-sampai kaum muslimin ketika itu meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar menginzinkan mereka berperang.

    Ternyata Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanya mengizinkan sebagian mereka untuk berhijrah (meninggalkan tanah suci Makkah menuju ke negeri Habasyah), namun sebagian lainnya (tidak beliau izinkan) sehingga mereka terus minta izin dari Rasulullah untuk berperang dan berjihad.

    Dari shahabat Khabbab bin Al-Arat Radhiyallahu ‘anhu :

    شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ، قُلْنَا لَهُ : أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلا تَدْعُو اللهَ لَنَا؟ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ”

    Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berbantalkan burdahnya di bawah Ka’bah –di mana saat itu kami telah mendapatkan siksaan dari kaum musyrikin–. Kami berkata kepada beliau : “Wahai Rasulullah, mintakanlah pertolongan (dari Allah) untuk kami? berdo’alah (wahai Rasulullah) kepada Allah untuk kami?”

    Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam [2]) : “Bahwa dulu seseorang dari kalangan umat sebelum kalian, ada yang digalikan lubang untuknya kemudian ia dimasukkan ke lubang tersebut. Ada juga yang didatangkan padanya gergaji, kemudian gergaji tersebut diletakkan di atas kepalanya lalu ia digergaji sehingga badannya terbelah jadi dua, akan tetapi perlakuan itu tidaklah menyebabkan mereka berpaling dari agamanya.

    Ada juga yang disisir dengan sisir besi, sehingga berpisahlah tulang dan dagingnya, akan tetapi perlakuan itu pun tidaklah menyebabkan mereka berpaling dari agamanya. Demi Allah, Allah akan menyempurnakan urusan ini (Islam), hingga (akan ada) seorang pengendara yang berjalan menempuh perjalanan dari Shan’a ke Hadramaut, dia tidak takut kecuali hanya kepada Allah atau (dia hanya khawatir terhadap) srigala (yang akan menerkam) kambingnya. Akan tetapi kalian tergesa-gesa.
    Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 3612, 3852, 6941).

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terus berada dalam kondisi ini dalam periode Makkah selama 13 tahun. Ketika beliau berada di Madinah, setelah berjalan selama 2 tahun turunlah ayat :

    (أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ﴾ (الحج: 39 )

    Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi karena mereka telah dizhalimi. Sesungguhnya Allah untuk menolong mereka adalah sangat mampu.” [Al-Haj : 39]

    Maka ini merupakan izin bagi mereka untuk berperang.

    Kemudian setelah itu turun lagi ayat :
    (وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾ ( البقرة:190)

    “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Baqarah : 190]

    Kemudian setelah itu turun ayat :

    فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ﴾(التوبة: من الآية12)

    Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. [At-Taubah : 12]

    (قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾ (التوبة: من الآية29)

    “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Akhir” [At-Taubah : 29]

    Yakni bisa kita katakan, bahwa perintah langsung untuk berjihad turun setelah 16 atau 17 tahun berlalunya awal risalah. Jika masa dakwah Rasulullah adalah 23 tahun, berarti 17 tahun adalah perintah untuk bersabar. Maka kenapa kita sekarang terburu-buru??!

    Kalau ada yang mengatakan : Ya Akhi, mereka (Yahudi) telah mengepung kita! Ya Akhi mereka (Yahudi) telah menzhalimi kita di Ghaza!!

    Maka jawabannya : Bersabarlah, janganlah kalian terburu-buru dan janganlah kalian malah memperumit masalah. Janganlah kalian mengalihkan permasalahan dari kewajiban bersabar dan menahan diri kepada sikap perlawanan ditumpahkan padanya darah (kaum muslimin).

    Wahai saudara-saudaraku, hingga pada jam berangkatnya aku untuk mengajar jumlah korban terbunuh sudah mencapai 537 orang, dan korban luka 2.500 orang. Apa ini?!!

    Bagaimana kalian menganggap enteng perkara ini? Mana kesabaran kalian? Mana sikap menahan diri kalian? Sebagaimana jihad itu ibadah, maka sabar pun juga merupakan ibadah. Bahkan tentang sabar ini Allah berfirman :

    (إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ)

    “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [Az-Zumar : 10]

    Jadi sabar merupakan ibadah. Kita beribadah kepada Allah dengan amalan kesabaran.

    Kenapa kalian mengalihkan umat dari kondisi sabar menghadapi kepungan musuh kepada perlawanan dan penumpahan darah?

    Kenapa kalian menjadikan warga yang aman, yang tidak memiliki keahlian berperang, baik terkait dengan urusan-urusan maupun prinsip-prinsip perang, kalian menjadikan mereka sasaran penyerbuan tersebut, sasaran serangan tersebut, dan sasaran pukulan tersebut, sementara kalian sendiri malah keluar menuju Beirut dan Libanon??! Kalian telah menimpakan bencana terhadap umat sementara kalian sendiri malah keluar (dari Palestina)??!

    Oleh karena itu saya katakan : Janganlah seorang pun menggiring kita dengan perasaan atau emosi kepada membalik realita.

    Kami mengatakan : bahwa wajib atas kita untuk bersabar dan menahan diri serta tidak tidak terburu-buru. Sabar adalah ibadah. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabar dengan kesabaran yang panjang atas kezhaliman Quraisy dan atas kezhaliman orang-orang kafir. Kaum muslimin yang bersama beliau juga bersabar.

    Apabila dakwah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam selama 23 tahun, sementara 17 tahun di antaranya Rasulullah bersabar (terhadap kekejaman/kebengisan kaum musyrikin) maka kenapa kita melupakan sisi kesabaran?? Dua atau tiga tahu mereka dikepung/diboikot! Kita bersabar dan jangan menimpakan kepada umat musibah, pembunuhan, kesusahan, dan kesulitan tersebut. Janganlah kita terburu beralih kepada aksi militer!!

    Wahai saudaraku, takutlah kepada Allah! Apabila Rasulullah merasa iba kepada umatnya dalam masalah shalat, padahal itu merupakan rukun Islam yang kedua, beliau mengatakan (kepada Mu’adz) : “Apakah engkau hendak menjadi tukang fitnah wahai Mu’adz?!!” karena Mu’adz telah membaca surat terlalu panjang dalam shalat. Maka bagaimana menurutmu terhadap orang-orang yang hanya karena perasaan dan emosinya yang meluap menyeret umat kepada penumpahan darah dan aksi perlawanan yang mereka tidak memiliki kemampuan, bahkan walaupun sepersepuluh saja mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan.

    Bukankah tepat kalau kita katakan (pada mereka) : Apakah kalian hendak menimpakan musibah kepada umat dengan aksi perlawanan ini yang sebenarnya mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan tersebut!

    Tidak ingatkah kita ketika kaum kuffar dari kalangan Quraisy dan Yahudi berupaya mencabik-cabik Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dalam perang Ahzab, setelah adanya pengepungan (terhadap Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya) yang berlangsung selama satu bulan, lalu sikap apa yang Rasulullah lakukan?

    Yaitu beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus kepada qabilah Ghathafan seraya berkata kepada mereka : “Saya akan memberikan kepada kalian separoh dari hasil perkebunan kurma di Madinah agar mereka (qabilah Ghathafan) tidak membantu orang-orang kafir dalam memerangi kami.”

    Kemudian beliau mengutus kepada para pimpinan Anshar, maka mereka pun datang (kepada beliau). Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menyampaikan kepada mereka bahwa beliau telah mengambil kebijakan begini dan begini, kemudian beliau berkata : “Kalian telah melihat apa yang telah menimpa umat berupa kegentingan dan kesulitan?”

    Perhatikan, bukanlah keletihan dan kesulitan yang menimpa umat sebagai perkara yang enteng bagi beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tidak rela memimpin mereka untuk melakukan perlawanan militer dalam keadaan mereka tidak memiliki daya dan kemampuan, sehingga dengan itu beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam menerima dari shahabat Salman Al-Farisi ide untuk membuat parit (dalam rangka menghalangi kekuatan/serangan musuh).

    Demikianlah (cara perjuangan Rasulullah), padahal beliau adalah seorang Rasul Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan bersama beliau para shahabatnya. Apakah kita lebih kuat imannya dibanding Rasulullah?! Apakah kita lebih kuat agamanya dibanding Rasulullah??! Apakah kita lebih besar kecintaannya terhadap Allah dan agama-Nya dibanding Rasulullah dan para shahabatnya??!

    Tentu tidak wahai saudaraku.

    Sekali lagi Rasulullah tidak memaksakan (kepada para shahabatnya) untuk melakukan perlawanan (terhadap orang kafir). Bukan perkara yang ringan bagi beliau ketika kesulitan yang menimpa umat sudah sedemikian parah. Sehingga terpaksa beliau mengutus kepada qabilah Ghathafan untuk memberikan kepada mereka separo dari hasil perkebunan kurma Madinah (agar mereka tidak membantu kaum kafir menyerang Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya).

    Namun Allah kuatkan hati dua pimpinan Anshar, keduanya berkata : ‘Wahai Rasulullah, mereka tidak memakan kurma tersebut dari kami pada masa Jahiliyyah, maka apakah mereka akan memakannya dari kami pada masa Islam? Tidak wahai Rasulullah. Kami akan tetap bersabar.’

    Mereka (Anshar) tidak mengatakan : Kami akan tetap berperang. Namun mereka berkata : Kami akan bersabar. Maka tatkala mereka benar-benar bersabar, setia mengikuti Rasulullah, dan ridha, datanglah kepada mereka pertolongan dari arah yang tidak mereka sangka. Datanglah pertolongan dari sisi Allah, datanglah hujan dan angin, dan seterusnya. Bacalah peristiwa ini dalam kitab-kitab sirah, pada (pembahasan) tentang peristiwa perang Ahzab.

    Maka, permasalahan yang aku ingatkan adalah : Janganlah ada seorangpun yang menyeret kalian hanya dengan perasaan dan emosinya, maka dia akan membalik realita yang sebenarnya kepada kalian.

    Aku mendengar sebagai orang mengatakan, bahwa “Penyelesaian permasalahan yang terjadi adalah dengan jihad, dan seruan untuk berjihad!”

    Tentu saya tidak mengingkari jihad, namun apabila yang dimaksud adalah jihad yang syar’i

    Sementara jihad yang syar’i memilliki syarat-syarat, dan syarat-syarat tersebut belum terpenuhi pada kita sekarang ini. Kita belum memenuhi syarat-syarat terlaksananya jihad syar’i pada hari ini. Sekarang kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.

    Apabila Sayyiduna ‘Isa u pada akhir zaman nanti akan berhukum dengan syari’at Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Isa adalah seorang nabi dan bersamanya kaum mukminin, namun Allah mewahyukan kepadanya : ‘Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak mampu melawannya.’ Siapakah kaum tersebut? Mereka adalah Ya`juj dan Ma`juj.

    Perampasan yang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj -mereka termasuk keturunan Adam (yakni manusia)- terhadap kawasan Syam dan sekitarnya seperti perampasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan ahlul batil terhadap salah satu kawasan dari kawasan-kawasan (negeri-negeri) Islam. Maka jihad melawan mereka adalah termasuk jihad difa’ (defensif : membela diri).

    Meskipun demikian ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada ‘Isa ‘alaihissalam - beliau ketika itu berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam - : “Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.’

    Allah tidak mengatakan kepada mereka : “Berangkatlah melakukan perlawanan terhadap mereka.” Allah tidak mengatakan kepada : “Bagaimana kalian membiarkan mereka mengusai negeri dan umat?” Tidak. Tapi Allah mengatakan : “Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.” Inilah hukum Allah.

    Jadi, meskipun jihad difa’ tetap kita harus melihat pada kemampuan. Kalau seandainya masalahnya adalah harus melawan dalam situasi dan kondisi apapun, maka apa gunanya Islam mensyari’atkan bolehnya perdamaian dan gencatan senjata antara kita dengan orang-orang kafir? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :

    [وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا [الأنفال/61
    “Jika mereka (orang-orang kafir) condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya (terimalah ajakan perdamaian tersebut).” [Al-Anfal : 61]

    Apa makna itu semua?

    Oleh karena itu Samahatusy Syaikh Bin Baz Rahimahullah menfatwakan bolehnya berdamai dengan Yahudi, meskipun mereka telah merampas sebagian tanah Palestina, dalam rangka menjaga darah kaum muslimin, menjaga jiwa mereka, dengan tetap diiringi mempersiapkan diri sebagai kewajiban menyiapkan kekuatan untuk berjihad. Persiapan kekuatan untuk berjihad dimulai pertama kali dengan persiapan maknawi imani (yakni mempersiapkan kekuatan iman), baru kemudian persiapan materi.

    Maka kami tegaskan bahwa :

    Kewajiban kita terhadap tragedi besar yang menimpa kaum muslimin (di Palestina) dan negeri-negeri lainnya :
    • Bahwa kita membantu mereka dengan do’a untuk mereka, dengan cara yang telah aku jelaskan di atas.
    • Kita menjadikan masalah darah kaum muslimin sebagai perkara besar, kita tidak boleh mengentengkan perkara ini. Kita menyadari bahwa ini merupakan perkara besar yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin.
    • Kita waspada agar jangan sampai ada seorangpun yang menyeret kita hanya dengan perasaan dan emosi kepada perkara-perkara yang bertentangan dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    • Kita mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah dengan cara mengingatkan diri kita dan saudara-saudara kita tentang masalah sabar. Allah telah berfirman : “Bersabarlah sebagaimana kesabaran para ulul ‘azmi dari kalangan para rasul.” [Al-Ahqaf : 35] Karena sesungguhnya sikap sabar merupakan sebuah siasat yang bijaksana dan terpuji dalam situasi dan kondisi seperti sekarang. Sabar merupakan obat. Dengan kesabaran dan ketenangan serta tidak terburu-buru insya Allah problem akan terselesaikan. Kita memohon kepada Allah pertolongan dan taufiq. Adapun mengajak umat pada perkara-perkara yang berbahaya maka ini bertentangan dengan syari’at Allah dan bertentangan dengan agama Allah.

  • Kelima :

  • Memberikan bantuan materi yang disalurkan melalui lembaga-lembaga resmi, yaitu melalui jalur pemerintah. Selama pemerintah membuka pintu (penyaluran) bantuan materi dan sumbangan maka pemerintah lebih berhak didengar dan ditaati. Setiap orang yang mampu untuk menyumbang maka hendaknya dia menyumbang.

    Barangsiapa yang lapang jiwanya untuk membantu maka hendaknya dia membantu. Namun janganlah menyalurkan harta dan bantuan tersebut kecuali melalui jalur resmi sehingga lebih terjamin insya Allah akan sampai ke sasarannya. Jangan tertipu dengan nama besar apapun, jika itu bukan jalur yang resmi yang bisa dipertanggungjawabkan. Janganlah memberikan bantuan dan sumbanganmu kecuali pada jalur resmi.

    Inilah secara ringkas kewajiban kita terhadap tragedi yang menimpa saudara-saudara di Ghaza. Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menolong dan mengokohkan mereka serta memenangkan mereka atas musuh-musuh kita dan musuh-musuh mereka (saudara-saudara kita yang di Palestina), serta menghilangkan dari mereka (malapetaka tersebut). Kita memohon agar Dia menunjukkan keajaiban-keajaiban Qudrah-Nya atas para penjajah, para penindas, dan para perampas yang zhalim dan penganiaya tersebut.

    وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

    (Dikutip dari tulisan asli berjudul "SIKAP DAN KEWAJIBAN UMAT ISLAM TERHADAP TRAGEDI PALESTINA", diterjemahkan dari nasihat Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah. URL Sumber http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=51)

    Footnote :
    [1] Semula Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini, sehingga beliau pun meletakkannya dalam Dha’if Sunan Ibni Majah dan Dha’if Al-Jami’. Namun kemudian beliau rujuk dari pendapat tersebut. Beliau menshahihkan hadits tersebut dan memasukkannya dalam Ash-Shahihah no. 3420. beliau rahimahullah mengatakan :

    هذا؛ وقد كنت ضعفت حديث ابن ماجه هذا في بعض تخريجاتي وتعليقاتي قبل أن يطبع (( شعب الإيمان ))، فلما وقفت على إسناده فيه، وتبينت حسنه، بادرت إلى تخريجه هنا تبرئة للذمة، ونصحا للأمة داعيا ( ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا )، وبناء عليه؛ ينقل الحديث من ( ضعيف الجامع الصغير ) و ( ضعيف سنن ابن ماجه ) إلى ( صحيحيهما ).

    [2] Dalam riwayat Al-Bukhari lainnya dengan lafazh disebutkan bahwa : Maka beliau langsung duduk dengan wajah memerah seraya bersabda : … .



    Semoga bermanfaat…

    selengkapnya:



    Saturday, December 27, 2008

    Hukum Turut Serta Perayaan Natal & Tahun Baru

    Sangat disesalkan, banyak kaum muslimin yang ternyata ikut-ikutan gembira dan ikut-ikutan merayakan hari raya/hari besar kaum kafir. Di antara adalah perayaan Natal dan Tahun Baru. Yang lebih parah adalah Tahun Baru, karena banyak dari kaum muslimin yang tidak mengerti bahwa itu termasuk perayaan/hari besar orang-orang kafir. Mereka beralasan bahwa Tahun Baru bersifat universal.

    Di samping tidak sedikit dari kaum muslimin yang ikut meramaikan perayaan Natal, atau sekadar membantu tetangganya yang beragama kristen untuk merayakan Natal, berupa turut membantu memasak, hadir dalam undangan Natal, turut mengucapkan selamat, dll. Ini semua termasuk turut andil dalam perayaan hari besar agama kafir.

    Semestinya seorang muslim menimbang segala ucapan dan perbuatannya dengan timbangan syari’at Allah. Bagaimana Islam mengatur hubungan dengan orang-orang kafir. Apakah boleh turut andil atau turut kerja sama, atau sekadar ikut meramaikan acara perayaan orang-orang kafir? Termasuk bolehkah ikut meramaikan atau ikut-ikutan senang dengan perayaan Natal dan Tahun Baru?

    Berikut penjelasan seorang ‘ulama besar international, Asy-Syaikh Al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia (kini telah wafat).

    سماحة الإمام الوالد عبد العزيز بن عبد الله بن باز : لا يجوز للمسلم ولا للمسلمة مشاركة النصارى ، أو اليهود ، أو غيرهم من الكفرة في أعيادهم ، بل يجب ترك ذلك ؛ لأن من تشبه بقوم فهو منهم ، والرسول - صلى الله عليه وسلم - حذرنا من مشابهتهم والتخلق بأخلاقهم ، فعلى المؤمن وعلى المؤمنة الحذر من ذلك ، وأن لا يساعد في إقامة هذه الأعياد بأي شيء ؛ لأنها أعياد مخالفة لشرع الله ، ويقيمها أعداء الله ؛ فلا يجوز الاشتراك فيها ، ولا التعاون مع أهلها ، ولا مساعدتهم بأي شيء ، لا بالشاي ، ولا بالقهوة ، ولا بأي شيء من الأمور كالأواني ، ونحوها . وأيضًا يقول الله سبحانه : ﴿ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ).[ المائدة : 2 ] .

    فالمشاركة مع الكفرة في أعيادهم نوع من التعاون على الإثم والعدوان ، فالواجب على كل مسلم وعلى كل مسلمة ترك ذلك .

    ولا ينبغي للعاقل أن يغتر بالناس في أفعالهم ، الواجب أن ينظر في الشرع إلى الإسلام وما جاء به ، وأن يمتثل أمر الله ورسوله ن وأن لا ينظر إلى أمور الناس فإن أكثر الخلق لا يبالي بما شرع الله ، كما قال الله - عز وجل في كتابه العظيم - : ﴿ وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ ﴾ . [ الأنعام : 116 ] . وقال سبحانه : ﴿ وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ ﴾ . [ يوسف : 103 ] .

    فالعوائد المخالفة للشرع لا يجوز الأخذ بها وإن فعلها الناس ، والمؤمن يزن أفعاله وأقواله ، ويزن أفعال الناس وأقوال الناس بالكتاب والسنة . بكتاب الله وسنة رسوله - عليه الصلاة والسلام - فما وافقهما أو أحدهما فهو المقبول ، وإن تركه الناس ، وما خالفهما أو أحدهما فهو المردود وإن فعله الناس .


    Samahatul Imam Al-’Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz rahimahullah :

    Tidak boleh bagi muslim dan muslimah untuk ikut serta dengan kaum Nashara, Yahudi, atau kaum kafir lainnya dalam acara perayaan-perayaan mereka. Bahkan wajib meninggalkannya. Karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari sikap menyerupai mereka atau berakhlaq dengan akhlaq mereka. Maka wajib atas setiap mukmin dan mukminah untuk waspada dari hal tersebut, dan tidak boleh membantu untuk merayakan perayaan-perayaan orang-orang kafir tersebut dengan sesuatu apapun, karena itu merupakan perayaan yang menyelisihi syari’at Allah dan dirayakan oleh para musuh Allah.

    Maka tidak boleh turut serta dalam acara perayaan tersebut, tidak boleh bekerja sama dengan orang-orang yang merayakannya, dan tidak boleh membantunya dengan sesuatu apapun, baik teh, kopi, atau perkara lainnya seperti alat-alat atau yang semisalnya.

    Allah juga berfirman :

    ( وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ )

    “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan jangalah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” [Al-Ma`idah : 2]

    Ikut serta dengan orang-orang kafir dalam acara perayaan-perayaan mereka merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Maka wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk meninggalkannya.

    Tidak selayaknya bagi seorang yang berakal jernih untuk tertipu dengan perbuatan-perbuatan orang lain. Yang wajib atasnya adalah melihat kepada syari’at dan aturan yang dibawa oleh Islam, merealisasikan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan sebaliknya tidak menimbangnya dengan aturan manusia, karena kebanyakan manusia tidak mempedulikan syari’at Allah. Sebagaimana firman Allah :

    ( وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللهِ )

    “Kalau engkau mentaati mayoritas orang yang ada di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” [Al-An’am : 116]

    Allah juga berfirman :

    ( وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ )

    “Kebanyakan manusia tidaklah beriman walaupun engkau sangat bersemangat (untuk menyampaikan penjelasan).” [Yusuf : 103]

    Maka segala perayaan yang bertentangan dengan syari’at Allah tidak boleh dirayakan meskipun banyak manusia yang merayakannya. Seorang mukmin menimbang segala ucapan dan perbuatannya, juga menimbang segala perbuatan dan ucapan manusia, dengan timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah.

    Segala yang sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satu dari keduanya, maka diterima meskipun ditinggakan manusia. Sebaliknya, segala yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satunya, maka ditolak meskipun dilakukan oleh manusia.

    [Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah rahimahullahI/405]


    Sumber : As-salafy.org

    selengkapnya:



    Saturday, August 09, 2008

    Sumber yang sama... Hasil yang berbeda

    Zaman keemasan para sahabat dan tabi'in telah berlalu begitu jauh. Kejayaan islam yang dulu kita banggakan kini hanya kita dengar dan pelajari.
    Kisah keteladan para generasi pertama banyak membuat kita terpukau.. Akan sebuah kejujuran, ketawadhuán, kesholihah, kedermawanan, kewaro'an, ketaatan bahkan kekuatan.. Mereka telah menjadi teladan dan panutan..

    Kenapa mereka bisa seperti itu? sedangkan sumber kita tetap satu. Mereka mereguk kenikmatan iman dari sumber Al-Quran sehingga kepribadian mereka begitu indah. Mereka mempelajari dan membaca Al-Quran sehingga akhlak mereka begitu mulia.

    Sumber kita sebenarnya sama walau hasil yang kita dapatkan berbeda.
    Adakah yang salah dengan kita? Saat orang jujur susah didapatkan.. Saat semua orang mengejar kekuasaan.. Saat tak banyak lagi yang peduli dengan sesama.. Saat bertemu sesama hanya selalu menaruh saling curiga.. Saat ketaatan tak lagi menjadi keinginan.. Saat kekuatan islam tak lagi diperhitungkan..

    Adakah yang salah? Kenapa generasi pertama bisa, sedangkan kita tidak? Padahal sumber kita sama?

    Kegalauan ini pernah dijawab oleh seorang ulama yang harus mati di tiang gantungan karena mempertahankan prinsip aqidah yang ia pegang. Beliau mengungkapkan dalam sebuah bukunya yang kontemporer mengapa hal itu bisa terjadi.

    Ada tiga sebab mengapa generasi sahabat berbeda dengan kita.

    1. Generasi Pertama mereka hanya menjadikan Al-Quran sebagai sumber rujukan, yang mereka mereguk semua yang ada di dalamnya tanpa memilih dan memilah dan tanpa ada keraguan sedikitpun.

    Sedangkan generasi saat ini menjadikan Al-Quran sebagai pelengkap dari buku-buku dan hasil Peradaban.

    2. Generasi Pertama bukan membaca dan mempelajari Al-Quran untuk pengetahuan dan menambah wawasan, atau karena ingin menikmati bacaannya, atau hanya untuk mendapatkan kesejukan darinya. Tetapi mereka membaca dan mempelajari Al-Quran untuk diamalkan.

    Karena Al-Quran diturun bukan sebagai kitab sastra, walaupun didalamnya dipenuhi sastra-sastra yang indah. Al-Quran juga diturunkan bukan sebagai kitab sejarah dan kisah walaupun didalamnya terdapat sejarah dan kisah-kisah umat terdahulu.

    Sedangkan generasi saat ini mempelajari Al-Quran untuk menambah intelektualitasnya, mendengungkan bacaannya semata.

    3. Sebab ketiga adalah: Saat generasi pertama masuk ke dalam islam, mereka meninggalkan segala kejahiliaan mereka secara totalitas dengan mengikuti islam sebagai aturan kehidupan baru mereka.

    Sedang generasi saat ini ketika mengenal islam, masih tetap mengikuti kebiasaan jahiliyah mereka.

    Untuk membaca lengkap buku aslinya, anda dapat mendownloadnya versi Bahasa Arab di sini , dan versi bahasa Indonesia di sini. (Sumber : Zulhamdi M. Saad, Lc)

    selengkapnya:



    Wednesday, April 23, 2008

    Singkirkan Sifat Pengecut

    Dewasa ini banyak sekali para ulama yang turut berkiprah didunia politik, entah itu beralasan sebegai mediator dakwah yang murni dari hati nurani untuk mengawasi dan mengontrol penyimpangan para pejabat negara ataupun semata mencari keuntungan pribadi dengan menjabat kursi-kursi politik yang ada dinegara kita ini.

    Harapan besar dari para pejabat negara yang mengisi kursi pemerintahan tentunya adalah terciptanya kepemimpinan yang adil dan berani menindak tegas segala bentuk penyimpangan yang berbau kolusi, korupsi dan nepotisme diantara jajarannya (KKN). Hal ini konon disebut-sebut sebagai bagian dari kepemimpinan politik dimasa orde baru, Namun saat ini bentuk penyimpangan seperti itu belum juga bersih sepenuhnya meski reformasi telah lama digembar-gemborkan.

    Para Ulama yang duduk dikursi politik hendaknya memiliki Jiwa yang tangguh, yaitu mereka yang tidak takut menghadapi tekanan, tudingan ataupun ancaman. Bahkan saat berada dalam keadaan disudutkan, ditekan dan dianggap pelaku segala kejahatan, mereka harus berani menunjukkan jati diri yang sebenarnya.

    Ketidakmampuan tak selamanya mengharuskan terdiam dan hanya mampu menyaksikan bentuk penyimpangan, Para pemimpin diharapkan mampu menyingkirkan sifat pengecut. Mulai dari bentuk penghinaan negara luar, propaganda yang merusak tatanan umat beragama dan penyimpangan kaidah kepercayaan, kesemuanya harus mampu dihadapi dengan tegas yang tentunya dengan langkah yang berhati-hati. Kekuatan lawan yang lebih besar jangan sampai mengundurkan agenda dakwah!

    Banyak tokoh-tokoh politik yang mendapat todongan dan tudingan yang kadangkala mengancam keselamatan hidup, Hal ini diharapkan bukanlah sesuatu yang menyurutkan langkah untuk menegakkan kebenaran. Para Ulama semoga mampu dengan kecerdikannya dan kehati-hatiannya menjadi seorang tokoh yang bijaksana sebagai juru dakwah, Melangkah dengan berani dan kewaspadaan akan mengantarkan kejalan kemenangan dan kesuksesan. Allah Maha Adil dan Maha Mendengar, pertoloangan akan datang dari-Nya. Amien.

    selengkapnya:



    Saturday, March 08, 2008

    Film Ayat-Ayat Cinta

    Film Ayat-Ayat Cinta adalah sebuah hasil karya yang berhasil memukau. Tidak hanya bagi kalangan wanita saja, tetapi kaum pria yang turut menyaksikan film Ayat-ayat cinta ini terhanyut dalam sebuah keharuan bagaimana peran yang dilakoni para pemain. Suatu kepedihan yang mendalam, keharuan yang mencekam membuahkan tetes air mata bagi penontonnya.Diangkat dari sebuah novel berjudul Ayat-ayat cinta, film ini mengisahkan tentang:

    Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berjibaku dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusiasme kecuali satu: menikah.

    Dia adalah laki-laki taat yang begitu ‘lurus’. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya.

    Tapi pindah ke Mesir membuat hal itu berubah setelah dia bertemu dan menyukai dengan beberapa wanita yang masing masing mempunyai latar belakang berbeda. Lalu bagaimana bocah desa nan lurus itu menghadapi ini semua? Wanita mana yang dipilihnya? Bisakah dia menjalani semua dalam jalur Islam yang sangat dia yakini? Silakan saksikan film Ayat-ayat cinta dibawah ini!



    klik disini untuk nonton bagian ke-2 dan ke-3 Ayat-ayat Cinta.

    selengkapnya:



    Monday, December 03, 2007

    Cara Tangkal dan Tanggulangi Sihir

    Allah Subhanahu wa ta'ala telah mensyariatkan kepada hamba-Nya agar mereka menjauhkan diri dari kejahatan sihir sebelum terjadi pada diri mereka. Ini merupakan rahmat, kasih sayang, kebaikan dan kesempurnaan nikmat Allah kepada hamba-Nya. Ada beberapa usaha menjaga diri dari bahaya sihir sebelum terjadi, begitu pula cara pengobatannya bila terkena sihir yang dibolehkan menurut hukum syariat.

    Adapun tindakan pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari bahaya kejahatan ilmu sihir adalah dengan melakukan dzikir, membaca doa dan ta'awudz sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, di antaranya:

    1. Membaca ayat kursi Al-quran
    Hal ini di anjurkan untuk dibaca setiap selesai shalat lima waktu, sesudah membaca wirid yang disyariatkan setelah salam, atau membacanya ketika akan tidur. Karena ayat kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya dalam Alquran. Rosulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda dalam satu hadits shohihnya:

    ''Barangsiapa yang membaca ayat kursi pada malam hari maka Allah akan senantiasa menjaganya dan setan tidak akan mendekatinya hingga masuk waktu pagi.''

    Ayat kursi yang dimaksud adalah surat Al Baqarah ayat 255, yang artinya:

    ''Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus, mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa seizin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.'' (QS Al Baqarah:255).

    2. Membaca Surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An-Naas
    Begitu pula halnya surat-surat ini dianjurkan untuk dibaca setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari setelah shalat subuh dan menjelang malam setelah shalat maghrib, sebagaimana hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasaai.

    3. Membaca Surat Al Baqarah ayat 285-286
    Membaca dua ayat terkhir surat Al-baqarah ini dianjurkan dilakukan pada permulan malam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

    ''Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya (itu sebagai pelindung dari kejahatan)'' (Muttafaqun Alaih). Adapun kedua ayat tersebut adalah berbunyi yang artinya sebagai berikut:

    - Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula dengan orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ''Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya'', dan mereka mengatakan: ''Kami dengar dan kami taat'' (Mereka berdoa): ''Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkau-lah tempat kembali'' (Al Baqarah 285).

    - Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakannya. (Mereka berdoa): ''Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.''(Al Baqarah 286).

    4. Banyak membaca ta'awudz dengan menggunakan kalimat Allah yang sempurna (Alquran) untuk memohon perlindungan diri dari kejahatan makhluk-Nya.

    Hendaklah dibaca pada malam dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: Barang siapa yang turun di suatu tempat dan ia mengucapkan ''Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan yang diciptakan'' maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia meninggalkan tempat itu.'' (HR Muslim).

    5. Membaca doa di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi dan menjelang malam:

    ''Dengan nama Allah yang bilamana nama-Nya disebut maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya baik di bumi maupun di langit dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

    Bacaan dzikir dan ta'awudz ini merupakan penyebab utama dalam memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir serta kejahatan lainnya. Terutama bagi mereka yang mengamalkannya dengan benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepada-Nya dengan lapang dada dan hati yang khusyuk. (Tim Kajian Qolbun Salim-35)

    selengkapnya:



    Wednesday, September 12, 2007

    Selamat Datang Ya Ramadhan

    Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
    Kami keluarga besar Maharani Alya azzahra dengan datangnya bulan suci Ramadha Karim, bulan yang penuh rahmat, pengampunan dan mag'fhiroh ini... Kami mengucapkan maaf lahir bathin atas kesalahan dan kekhilafan kata-kata selama ini. "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Bulan Ramadhan"




    selengkapnya:



    Friday, September 07, 2007

    Ruqyah Sebagai Pengobatan Alternatif

    Saat ini banyak sekali orang yang mencari pengobatan alternatif bagi penyakit yang dideritanya karena sakitnya yang tak kunjung sembuh meskipun berbagai rumah sakit terkenal dengan dokter spesialisnya dan peralatan yang canggih. Pengobatan alternatif yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin adalah Ruqyah.

    Ruqiyah sebenarnya sudah dikenal sejak jaman jahiliyah, yaitu sebelum nabi Muhammad SAW di utus sebagai nabi. Ruqyah pun dikenal oleh sebagian besar masyarakat Yahudi dan Nasrani. Bagaimanakah proses Ruqyah tersebut dan pandangan Islam terhadap Ruqiyah?

    Sebagai kaum Muslimin kita harus berhati-hati, tidak asal berbuat untuk mendapatkan keselamatan dunia sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Isra, ayat 36 : "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhanya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya".

    A. Arti daripada Ruqyah
    Ruqyah dalam Islam ialah membaca ayat-ayat al-qur'an, dzikir-dzikir serta do'a-do'a dihadapan orang yang sakit dengan harapan diberikan ke ridho'an dan kesembuhan oleh Allah Subhanallahu Wa'taala (al-Qaul al-Mufid 'ala Kitab Tauhid, karya Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin I/177). Sedangkan pada jaman jahiliyah dahulu, Ruqyah kebanyakan dilakukan dengan menggunakan bahasa-bahasa, sarana-sarana serta cara-cara syirik.

    Adapun saat ini di indonesia masih banyak ruqyah yang dilakukan dengan jalan yang salah, dimana ruqyah dilakukan dengan membaca japa mantera yang mengandung unsur-unsur syirik. Maka Ruqyah semacam ini yang diharamkan di dalam Islam.

    B. Syarat-syarat Ruqyah
    Pada prinsipnya Ruqyah diperbolehkan dalam Islam, selama hal itu memenuhi persyaratan-persyaratannya. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan dalam 'Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari', Para Ulama telah bersepakat tentang bolehnya ruqyah manakala terkumpul tiga syarat :

    1. Harus dengan kalam Allah atau dengan nama-nama dan sifat-Nya
    2. Harus dengan bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya
    3. Harus meyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang berpengaruh, melainkan "Dzad Allah"

    Ruqyah selain menggunakan bahasa Arab atau bahasa lain yang tidak dimengerti maknanya dikhawatirkan merupakan perkataan kufur atau perkataan yang mengandung unsur syirik (Fatul Majid, bab MaaJaa'a fir Ruqa wat Tama-im)

    C. Ayat serta Do'a untuk Ruqyah
    Contoh dari ayat serta do'a yang dibacakan saat me-ruqyah diantaranya ; Surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, yang juga disebut sebagai surat-surat Mu'awwidzaat. Surat al-Fatihah juga merupakan surat yang pernah dibacakan seorang sahabat nabi kepada kepala suku sebuah kafilah saat sakit tersengat binatang berbisa dengan cara membacakan al-Fatihah, lalu mengumpulkan ludahnya dan meludahkannya pada tempat yang sakit sehingga kepala suku itupun sembuh sama sekalai (Shahih Bukhari, Kitab ath-Thibb, bab ar-Ruqa bi Fatihatil Kitab. Fathul Bari X/199).

    Semua ayat al-Qur'an pada prinsipnya bisa digunakan untuk me-Ruqyah (Risalah fi Akham ar-Ruqa wat Tama'im, karya abu Mu'adz Muhammad bin Ibrahim; Maktabah al-Ummah & Maktabah ath-Tharafain. Hal. 28)

    Sedangkan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulallah bisa dilihat di Hadist Riwayat Bukhari no. 5743 Fathul Bari X/206, dan lainnya.

    D. Penyakit yang Bisa di Ruqyah
    Anas bin Malik Radiallahu'anhu, salah seorang sahabat Rasulallah SAW mengatakan; 'Rasulallah SAW memberikan rukhshah (membolehkan) untuk melakukan ruqyah pada penyakit 'ain, tersengat binatang berbisa dan luka labung' (HR. Muslim, kitab ath-Thibb, bab Istihbab ar-Ruqyah minal 'ain wan Namlah wal Humah wan Nadzrah/Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma'mun Syiha XIV/406).

    Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadist ditersebut tidak bermakna bahwa yang bisa diruqyah adalah ketiga penyakit diatas, tetapi hal tersebut hanya berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan kepada Rasulallah SAW yang lalu beliau membolehkannya.

    Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanadnya, dari A'isyah Radiallahu'anha yang mengatakan 'Apabila ada salah seorang diantara kita yang sakit, maka Rasulallah SAW mengusap orang itu dengan tangan kananya sambil berdoa (HR. Muslim Kitab ath-Thibb, bab Istihbab Ruqyatil Maridh. Syarah Nawawi, tahqiq: Khalil Ma'mun Syiha XIV/401).

    E. Cara meruqyah orang yang sakit
    Dari Penjelasan di atas ada beberapa cara yang dilakukan dalam meruqyah orang yang sakit, diantaranya dengan mengusap tubuh yang sakit dengan tangan kanan sambil mendoakannya, meniupkan nafas melalui tangan keseluruh tubuh yang sakit seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika meruqyah dirinya sendiri, atau bisa pula dengan menyemburkan air liur/ludah kebagian tubuh yang sakit. Cara lain meruqyah juga bisa dilakukan seperti yang diajarkan oleh syari'at atau diakui oleh syari'at.

    Kesimpulannya Ruqyah diperbolehkan dalam Islam selama tidak mengandung unsur-unsur kemusyrikan seperti bahasa yang digunakan mengandung permohonan kepada jin, setan, malaikat atau siapapun selain Allah SWT. Atau cara lainnya yang tidak pernah dicontohkan dalam Islam, misalnya cara-cara Bid'ah (menggunakan alat-alat serta hal-hal yang mengandung unsur musyrik). Untuk itulah kaum Muslimin hendaknya berhati-hati dan waspada.

    selengkapnya:



    Saturday, August 11, 2007

    Penyakit Hati, Kehancuran dan Neraka

    "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit hati (yang barada) dalam dada dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(QS Al-qur'an, Yunus : 57)

    Penyakit hati adalah penyakit yang sangat berbahaya dimana bisa membuahkan penyakit sosial, membuat amalan-amalan menjadi sia-sia, bahkan merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian diantara sesama.

    "...
    Ketahuilah bahwa di dalam jasmani manusia ada segumpal darah. Jika baik segumpal darah itu, maka akan baik pula jasmaninya. Sebaliknya, jika rusak, maka akan rusak pula jasmaninya. Segumpal darah itu adalah Hati." (HR Bukhari dan Muslim).

    1. Penyakit hati berbuah Penyakit sosial

    Penyakit hati digambarkan dalam sebuah buku "Al-Islam Minhaj ath-Thaghyir" (oleh: Fathi Yakan), merupakan suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang memasung kemerdekaan hakiki.

    Tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia ini orang lebih memperhatikan jasmani dibandingkan rohani. Negara-negara yang terserang wabah Flu burung, dibuat sibuk dengan pemusnahan hewan unggas, mengisolasi para penderita dengan menempatkan mereka diruang perawatan khusus dalam rumah sakit, mengadakan penelitian dan lain-lainnya. Sedangkan terhadap penyakit rohani, karena tersembunyi didalam hati maka banyak orang yang tidak memperhatikannya.

    Padahal akibat lanjut dari penyakit hati ini adalah penyakit sosial yang berbahaya dan merusak tatanan hidup bermasyarakat baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Diantaranya terjadi pemisahan atau sekulerisasi antara kehidupan agama dan non agama, yaitu antara ibadah mahdhah dengan muamalah, antara masjid dengan pasar, antara seni dengan moral, antara ilmu dengan amal.

    sebagai contoh ;
    - kesenian yang seronok dengan pakaian dan penampilan yang tidak senonoh (goyang Inul, dan goyang lainnya), ketika MUI memfatwakan itu haram karena akan menimbulkan kerusakan moral pada masyarakat, ternyata Inul mendapatkan pembelaan yang hebat dengan menyakatakan bahwa kesenian tidak boleh dikaitkan dengan agama karena akan memasung kreativitas. Parahnya lagi, para pembela Inul CS justru dari kalangan artis dan seniman yang sudah melakukan Ibadah Haji dan Umroh berkali-kali. Bahkan yang membuat kita beristighfar, adanya tokoh agama yang terang-terangan membelanya.

    2. Penyakit hati membawamu ke Neraka

    Di antara penyakit hati yang sering timbul dalam diri manusia adalah Riya dan Ujub. Riya adalah bagian dari perbuatan syirik mempersekutukan Allah, sedangkan Ujub adalah bagian dari perbuatan syirik terhadap diri sendiri, yang mana kedua sikap ini umumnya menyatu pada diri orang yang takabur. (Majmu 'Al-Fatawa 10/277)

    Sabda Rasulullah SAW dalam hadist Haritsah bin Wahab : "Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka; yaitu setiap orang yang berperangai jahat serta kasar (digambarkan dalam QS. An-Nihayah 3/180), orang gemuk yang berlebih-lebihan dalam berjalannya (An-Nihayah 1/416), dan orang-orang yang sombong". (HR. Bukhari)

    begitu pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasullallah bersabda ; "Tidaklah masuk surga barang siapa yang didalam hatinya terdapat kesombongan yang sebesar biji dzarah (atom) sekalipun." (HR. Muslim, bab Imam 91 1/93)

    Sebagai tambahan, dalam suatu hadis (kitab At-Targhib 1/162) juga disebutkan ada tiga hal yang membinasakan diri seseorang, yaitu kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti serta seseorang yang membangggakan dirinya sendiri.

    Menyembah kepada Allah dan bersikap tawakal kepada-Nya adalah merupakan obat penawar untuk mencegah kedua penyakit hati yang buruk ini, yaitu Ujub dan Takabur. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata; "Seseorang yang melakukan Riya' pada hakekatnya ia tidak melakukan firman Allah:(hanya kepada-Mu aku menyembah), dan orang yang melakukan ujub (bangga pada diri sendiri) pada hakekatnya juga tidak melakukan firman Allah: (hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)..."(Majmu Al-Fatawa 10/277).

    selengkapnya:



    Monday, July 16, 2007

    Agama adalah Nasehat

    Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad Daari, sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa'salam bersabda: ''Agama itu adalah nasehat.'' Kami bertanya: ''Untuk siapa?'' Sabda Rasulullah : ''Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslimin.'' (HR Muslim).

    Nasehat adalah sebuah kata singkat yang sangat penuh bermakna, maksudnya adalah segala hal yang baik. Dalam perbendaharaan kata bahasa Arab, kata 'nasehat' tidak memiliki persamaan kata. Sebagaimana disebutkan oleh para ulama Bahasa Arab, kata 'Al-fallaah' tidak memiliki persamaan kata yang setara dimana kata ini mencakup pengertian kebaikan dunia dan akhirat.

    Nasehat dalam bahasa Arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat 'nashakhtul 'asala' artinya saya membersihkan madu sampai tinggal tersisa yang murni. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa nasihat juga mempunyai makna lain.

    Agama adalah nasehat, kalimat ini mengandung arti bahwa nasehat merupakan tiang dan penopang agama. Sebagaimana halnya sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa'salam 'haji adalah Arafah', maksudnya bahwa wukuf di 'Arafah adalah tiang dan bagian terpenting haji.

    Penafsiaran kata 'nasehat' dan kata yang mengikutinya, para Ulama dan Khatabi memberikan suatu pengertian seperti dibawah ini :

    1. Nasehat untuk Allah, maksudnya beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifatNya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, menyucikan-Nya dari segala kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata-mata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas semua nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala hal-hal yang baik sebagaimana disebutkan di atas, menganjurkan orang lain untuk berbuat semacam itu, dan bersikap lemah lembut kepada sesama manusia.

    Khatabi berkata: 'Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapa pun.'

    2. Nasehat untuk kitab-Nya, maksudnya adalah beriman kepada firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada rasul-Nya, meyakini bahwa itu semua tidaklah sama dengan perkataan manusia dan tiada pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapa pun. Kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkannya dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwil orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hukum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut di atas dalam mengimani kitabullah.

    Ayat-ayat mutasyabih artinya ayat-ayat yang didalamnya banyak mengandung makna atau "keserupaan" dan "kemiripan" (ambiguitas), Sehingga menimbulkan pengertian yang tidak tegas atau samar-samar dan timbul beberapa pengertian dikarenakan ketidakjelasan dalam segi lafadnya, rancu maknanya atau rancu dalam hal kedua-duanya.

    3.Nasehat untuk rasul-Nya, maksudnya disini adalah membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun sesudah matinya, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu-ilmu itu, mengajak manusia kepada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak membicarakan hal-hal yang tidak diketahuinya tentang sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meniggalkan orang yang melakukan perkara bid'ah dan orang yang tidak mengakui salah seorang shahabat beliau dan lain sebagainya.

    4. Nasehat untuk para pemimpin umat Islam, maksudnya ialah menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahukan kepada mereka apa yang menjadi hak-hak kaum muslim, tidak melawan mreka dengan senjata, dan makmum shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo'akan mereka untuk mendapatkan kebaikan.

    5. Nasehat untuk seluruh kaum muslimin selain para penguasa, maksudnya ialah memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi mereka dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan mereka dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma'ruf dan mencegah mereka dari kemungkaran dengan sikap santun dan ikhlas, kasih sayang dengan mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana yang ia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka, dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan keapda mereka untuk menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas.

    Memberikan nasehat hukumnya fardhu kifayah, Dimana jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan suatu keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan.

    Sumber:
    Syarah Hadits Arbain Imam Nawawi, Ibnu Daqiq Al'Ied.

    selengkapnya:



    Thursday, June 28, 2007

    Muhammad Nabi Terakhir

    Q.S. 33:49, "Muhammad bukan bapak salah seorang dari kamu, tetapi Ia adalah nabi terakhir, Allah Mahatahu tentang segala hal" Karena Muhammad saw. adalah Rasulullah dan nabi yang terakhir, maka tidak akan ada lagi nabi yang akan diutus oleh Allah SWT.

    Dalam sebuah hadis digambarkan bahwa, Rasulullah menjelaskan bahwa beliau adalah seorang sayid (anutan) serta seorang aqib (nabi akhir zaman/terakhir). Oleh sebab itu, syariat (hukum-hukum) yang disampaikan oleh Rasulullah adalah syariat sepanjang zaman. Itu berarti yang wajib dalam syariat Islam, wajib sepanjang zaman, dan yang haram akan haram sepanjang zaman.

    Hal ini saya angkat sebagai sebuah postingan mengingat banyaknya penyebaran aliran Ahmadiyah, pengikut Ahmadiyah mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Al-Mahdi, dan ada juga yang memperpcayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad menerima wahyu.

    sumber : pikiran rakyat.com

    selengkapnya:



    Thursday, June 21, 2007

    Mabuk Asmara (Al-‘isyqu )

    Para remaja, pemuda dan pemudi tatkala mereka telah mengenal yang namanya cinta maka diantaranya ada yang tak luput dari perasaan cinta yang mendalam. Bahkan bisa jadi perasaan cinta yang berlebihan diantara kedua insan yang berlainan jenis ini membuat mereka "mabuk kepayang" lupa diri karena asmara cinta.

    Jatuh cinta merupakan sesuatu yang luar biasa indahnya untuk dirasakan, konon katanya membuat hati berbunga-bunga dengan beribu khayalan terlintas dibenak seseorang. Mabuk asmara adalah penyakit yang berbahaya, merusak jiwa, mendatangkan perasaan gelisah dan gundah gulana.Bahkan tidak jarang orang yang menjadi gila dan membunuh dirinya karena cinta yang menguasai hatinya.

    Sebab-sebab timbulnya mabuk asmara (Al-‘isyqu) diantaranya:
    1. Berpaling dari Allah subhanahu wa ta’ala.
    Barang siapa yang mengenal Allah, maka Allah akan menautkan hati hamba hanya kepada-Nya, dan tidak mungkin berpaling mencari kekasih lain selain dari-Nya.

    2. Kekosongan hati.
    Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Mabuk asmara akan menimpa hati yang tidak terisi oleh cinta kepada Allah, hati yang selalu berpaling dari-Nya dan mencari pengganti-Nya. Sesungguhnya jiwa itu tidak pernah kosong. Jika tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat pasti akan terisi dengan hal-hal yang membahayakan.”

    3. Media Informasi yang menyesatkan.
    Media Audio visual atau media cetak berupa buku-buku bacaan dan gambar-gambar (photo) dapat memicu membangkitkan gejolak cinta dan birahi kaula muda bahkan usia anak-anakpun turut terpengaruh dengan menampilkan sosok wanita sexy yang menggoda.

    Demikian juga buku-buku yang menerangkan hubungan intim secara vulgar, menelanjangi seluruh rasa malu, ditambah lagi dengan puisi-puisi dan syair-syair cinta yang berisi kata-kata tidak senonoh.

    4. Taklid buta.
    Banyak orang yang terpedaya dengan kisah percintaan yang romantis, bahkan terpesona oleh Si pelakunya atau mendengarkan lagu-lagu yang penuh dengan ungkapan asmara, cinta, rindu, ataupun membaca puisi-puisi dari orang-orang yang dirundung rindu sehingga membutakan perasaan dan pikirannya dan hanyut dalam khayalan asmara.

    5. Keliru dalam memahami makna cinta.
    Jelas, bahwa orang yang tidak memiliki rasa cinta adalah orang yang bebal dan kasar perangainya, hatinya keras dan tidak memiliki kemuliaan. Tetapi membatasi makna cinta hanya pada jatuh cinta yang diharamkan adalah suatu kejahilan dan penyimpangan. Sebab makna cinta sangat luas dan umum. Bentuknya juga beraneka ragam.

    6. Tertipu oleh ungkapan orang-orang yang membolehkan mabuk cinta

    7. Pamer kecantikan, tabarruj dan membuka aurat.
    Faktor inilah yang menjadi penyebab terbesar munculnya mabuk cinta atau demam asmara dikalangan muda-mudi.

    8. Mengumbar pandangan mata.
    Mata ibarat cermin bagi hati, terlalu bebas mengumbar pandangan akan melahirkan kebinasaan. Demikianlah, pandangan mata ibarat anak panah yang dilepaskan Iblis, dan anak panah ini amat cepat menembus ke lubuk hati dan bereaksi amat cepat meracuni hati. Jika ia tidak bersegera menyingkirkan racunnya maka racun itu pasti akan membunuhnya.

    9. Percakapan melalui telepon.
    Bisa jadi seorang gadis awalnya adalah gadis yang baik akhlaqnya. Kemudian sang gadis menganggap sepele percakapan melalui telepon dengan para pemuda hingga akhirnya ia terjerumus dalam perkara yang tidak baik. Bahkan sudah dimaklumi bahwa terkadang dari sekedar mendengar suaranya akan melahirkan cinta walaupun belum bertemu pandang.

    Demikianlah beberapa penyebab yang dapat menimbulakan mabuk cinta atau mabuk asmara (Al-‘isyqu) pada diri seseorang.

    Diringkas dari kitab Al-’Isyqu, karya Muhammad Ibrahim Al-Hamd.

    selengkapnya:



    Thursday, May 10, 2007

    Wanita Idaman Lelaki

    Banyaknya wanita yang belum menemukan jodohnya, Sungguh suatu fenomena yang memprihatinkan. Pernikahan merupakan kebutuhan yang cukup mendasar, bisa dikatakan semua orang menginginkan dan merindukannya.

    Terlepas dari jumlah wanita yang semakin membengkak, tentu tak luput dari faktor kriteria pilihan. Tak lagi dipungkiri bahwa lelaki memiliki setumpuk kriteria bagi calon wanita idamannya sebagai calon istri. Sehingga tidak jarang karena ketat dan tingginya kriteria mengakibatkan jodoh sebatas angan-angan aja.

    Bunga, sekedar sebutan, usianya sudah merayap pada angka 40-an tahun. berulang kali proses pernikahannya gagal. Cantik memang tidak dimilikinya, tinggi juga kurang, kekayaan pun tidak bisa diharapkan, parahnya lagi dia juga bukan tipe wanita yang rajin mengkaji ilmu agama dan akhlak. Hari-harinya dilalui dengan penuh tanda tanya, "kapankah suami akan diperolehnya?".

    Adakah Yang Menolak Istri sholeha?
    Dari kasus Bunga diatas, sudah selayaknya kaum muslimah menggali potensi agar meningkatkan kualitas diri. Cantik dan moleknya tubuh sudah dari sananya, demikian juga dengan kecerdasan, tingkat sosial, dan semacamnya. Tetapi ada yang bisa dikembangkan sehingga menjadi muslimah berkualitas. Ilmu agama yang baik dan disertai dengan penempatan diri yang bijak, akan menghasilkan akhlak yang mulia. Tiada pilihan kecuali menjadi wanita sholeha.

    Cantik, merupakan patokan utama yang umumnya jadi idaman kebanyakan orang, namun jika tidak disertai sifat kesholehan bisa berbahaya. Begitu pula dengan kepandaian atau kepintaran, akan merepotkan bila tidak disertai oleh akhlak yang baik, bisa menjadikan wanita yang panjang lidah, tidak sopan dan tidak beradab, atau selalu menjadi pembangkang.

    Begitu pula yang berharta, tanpa bimbingan agama maka kekayaannya sering tidak membawa manfaat, bahkan sebaliknya menjadi bencana. Status sosial yang tidak dibarengi kualitas agama yang baik hanya akan memunculkan sifat keangkuhan.

    Berbeda dengan Bunga, siapa yang tidak ingin menikah dengan wanita kaya, cantik, pintar dan terpandang, sholeha lagi!?

    Inilah wanita idaman pilihan :
    Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam memberi tuntunan dalam memilih wanita idaman yang akan dijadikan sebagai istri. Bukan sekedar memilih yang pintar, tapi pria mesti pintar memilih dan wanita pun harus berlaku pintar agar menjadi sosok pilihan.

    Rasulullah SAW menggambarkan beberapa sifat seorang wanita sholeha, pendek tapi cukup untuk menjadi pedoman bagi muslimah.

    "Apakah kalian mau saya beritahu tentang simpanan seseorang yang yang paling berharga? Yaitu wanita salihah yang (suaminya) menjadi bahagia bila memandangnya, bila diperintah segera dipenuhi, dan bila suaminya tidak ada dia menjaga kehormatannya." (riwayat Ahmad)

    1. Taat, seorang wanita yang terbiasa taat pada orang tua maka akan mudah taat pada suami. Selama perintah suaminya adalah ma'ruf (tidak menyelisihi syariat) dia segera melaksanakannya. Bila perintah tersebut tidak berkenan, akan dicarinya waktu yang tepat untuk meyakinkan suami agar mengurungkan perintahnya tanpa dibarengi bantahan, penentangan, atau pemaksaan kehendak.

    2. Enak Dipandang, tidak harus cantik. Mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya seorang wanita akan membuat senang suami yang memandangnya. Dia akan mampu membuat suaminya merasa nyaman, tenang dan puas.

    3. Cinta dan Pasrah, seorang pria tentu mengharapkan seorang istri yang mampu mencintai sepenuh hati dan bersikap pasrah. Wanita yang dalam berbuat dan bertingkah laku selalu berupaya menyenangkan suami dan menjauhi hal-hal yang mendatangkan kebenciannya.

    4. Suka Membantu, wanita sholeha adalah yang selalu mengajak suaminya pada kebaikan agama dan dunianya. Bukannya memberatkan, namun justru mengingatkan suami untuk selalu berlaku taat pada Allah subhanahu wa ta'ala, serta memberikan saran dan pendapat demi kemajuan usaha sang suami.

    Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu 'anha, istri pertama Rasulullah SAW sekaligus ibu kita semua, merupakan teladan wanita pilihan. Beliau sumbangkan harta dan perhatiannya untuk perjuangan Rasulullah, menyantuni kerabat dan selalu menyambung silaturahmi. Akankah Anda mewarisi sifat dan perilakunya? Kalau ya, karenanyalah engkau dipilih!

    selengkapnya: